Share |

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN VISIONER DENGAN ETOS KERJA
oleh:Ruri Faisal Rahman.F100010198
ABSTRAKSI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan ETOS KERJA pada karyawan. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepempimpinan visioner dengan komitmen organisasi.
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Lippo Bank Cabang Yogyakarta yang berjumlah 68 orang dengan ciri-ciri : 1) karyawan tetap, 2) bekerja minimal dua tahun, 3) tingkat pendidikan minimal SMU. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purpossive non random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala persepsi terhadap kepemimpinan visioner dan skala komitmen organisasi.
Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment dari Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,521; p = 0,000 (p < 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan komitmen organisasi. Sumbangan efektif persepsi terhadap kepemimpinan visioner terhadap ETOS KERJA sebesar 27,1% .Berdasarkan hasil analisis stepwise model akhir diketahui bahwa aspek persepsi terhadap kepemimpinan visioner yang memberi sumbangan efektif terhadap ETOS KERJA adalah aspek pengetahuan sebesar 27,979%. Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel persepsi terhadap kepemimpinan visioner mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 123,000 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 105 yang berarti persepsi terhadap kepemimpinan visioner pada subjek tergolong tinggi. Variabel ETOS KERJA diketahui rerata empirik (RE) sebesar 98,926 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 100 yang berarti ETOS KERJA pada subjek penelitian tergolong sedang. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Setiap organisasi yang selalu ingin maju, akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja Etos menurut Geertz (1986) diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sedangkan kerja, menurut Taufik Abdullah (1986), secara lebih khusus dapat diartikan sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang telak bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan religius (agama). Manakala dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya. Nitisemito (1996) mengatakan bahwa indikasi turun/ rendahnya semangat dan kegairahan kerja yang diakibatkan karena etos kerja misalnya:.turun/ rendahnya produktivitas, tingkat absensi yang naik/ rendah, labour turnover (tingkat perputaran buruh) yang tinggi,. tingkat kerusuhan yang naik, kegelisahan dimana-mana, tuntutan yang sering terjadi dan pemogokan. Etos kerja akan mengganggu pelaksanaan kerja karyawan. Hal ini dapat dapat terlihat dalam sejumlah pola tabiat yang dapat dikenali dengan baik termasuk diantaranya adalah; pembolosan, keterlambatan, perubahan kerja yang banyak, perdebatan dan bahkan kekerasan fisik. Guna menghindari kerugian baik bagi suatu perusahaan maupun pada individu yang etos kerjanya rendah, maka sudah seharusnya diperhatikan hal-hal yang dapat memicu munculnya eteos kerja buruk tersebut, diantaranya adalah kepemimpinan. Secara umum berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat dimanfaatkan di berbagai bidang dalam perusahaan termasuk pula dalam hal kepemimpinan dan etos kerja. Menurut Papu (2002) pada salah satu hasil riset yang dilakukan terhadap para manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menyebutkan Psikologi Industri dan Organisasi memberikan peran penting pada area-area seperti pengembangan manajemen SDM (kepemimpinan, rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan), motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai area kontribusi dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada disain struktur organisasi dan desain pekerjaan. Hasil riset tersebut di atas mungkin hanya menggambarkan sebagian besar area dimana Psikologi dapat berperan. Satu hal yang belum disebutkan di atas misalnya peran para psikolog dalam menangani individu-individu yang mengalami masalah-masalah psikologis melalui employees assistant program (EAP) atau pun klinik-klinik yang dimiliki oleh perusahaan. Penanganan individu yang mengalami masalah psikologis sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas dan kinerja perusahaan. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat bahwa perusahaan digerakan oleh individu-individu yang saling berinteraksi di dalamnya. Sekilas mengenai PT Bank Mega perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perbankan. Sebagai akibat adanya perubahan kondisi ekonomi di Indonesia, PT. Bank Mega mengalami penurunan kinerja saham dan kinerja keuangan, meskipun tidak harus mengikuti program rekapitalisasi perbankan pada tahun 2000. Penurunan kinerja yang dijalankan PT Bank Mega mengakibatkan bank tersebut melakukan restrukturisasi baik pada organisasi, jaringan, sistem dan prosedur operasional maupun sumber daya manusianya. Pada program restrukturisasi ini, PT Bank Mega mulai melakukan pengurangan jumlah karyawan secara bertahap sehingga sesuai dengan kapasitas sumber daya manusia yang dibutuhkan. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan tidak memperpanjang kontrak tenaga tidak tetap, mulai memberlakukan pensiun dini secara sukarela, dan kemudian melakukan penyesuaian jumlah karyawan pada setiap bagian terutama pada karyawan di kantor pusat PT Mega Jakarta. Adanya perubahan organisasi ini tentunya akan membawa dampak bagi seluruh karyawan. Perubahan organisasi perusahan juga mengakibatkan adanya perubahan status suatu perusahaan, yang nantinya akan memberikan dampak yang luas kepada perusahaan tersebut. Dampak dari perubahan tersebut adalah perubahan mendasar baik mengenai bentuk maupun struktur perusahaan (Roussseau & Tijoriwala, 1999). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya aalah satu keberhasilan dalam pengembangan perusahaan adalah memiliki karyawan yang etos kerjanya tinggi. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Tasmara, (1999) yang menyatakan etos kerja merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, pembicaraan serta tindakan manusia yang bekerja di dalam perusahaan. Jadi dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam perusahaan, termasuk di dalamnya cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku dipengaruhi oleh etos kerja yang ada di dalam perusahaan. Etos kerja pada karyawan Bank Mega menarik untuk diteliti fenomenanya. Hal ini karena kondisi etos kerja karyawan tersebut tidak stabil dan kurang optimal sehingga menghambat produktivitas kerja perusahaan. Menurunnya etos kerja karyawan di Bank Mega menurut salah seorang manager pemasaran di bank tersebut dikarenakan adanya perubahaan dalam struktur kepemimpinan, beberapa indikator yang ada yaitu menurunnya target income perusahaan dan terjadi turn over yang cukup tinggi pada karyawan kontrak khususnya, dari devisi marketing. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi etos kerja, salah satunya yaitu kepemimpinan. Kepemimpinan nyata sekali sebagai suatu motor penting bagi sumber-sumber dan akibat-akibat suatu organisasi. Persepsi karyawan terhadap kepemimpinan dipengaruhi oleh apa dan bagaimana kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai dan pengalaman masa lalu yang dimiliki karyawan mempengaruhi dirinya saat suatu kepemimpinan diterapkan, di sini kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan visioner. Menurut Suwandi (dalam Suranta, 2002) keberadaan pemimpin dalam perusahaan adalah sangat penting karena ia memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Etos kerja ditujukan ke arah yang sukses dan memungkinkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak. Istilah ini diterapkan pula dalam bidang industri dengan pengertian bahwa etos kerja merupakan bagian dari manajemen untuk dapat meningkatkan baik kualitas dan kuantitas kerja, maupun hasil kerja. Di dalam etos, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya (no single defect). Oleh karena itu etos kerja sering dijadikan obyek penelitian dengan tujuan untuk mempertinggi produktivitas maupun prestasi kerja (Prihananti, 2000). Jadi dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam perusahaan, termasuk di dalamnya cara berfikir, bersikap dan bertingkah laku dipengaruhi oleh etos kerja yang ada di dalam perusahaan. Tasmara (2002) mempertegas uraian di atas bahwa etos kerja sebagai totalitas kepribadian diri individu dapat digunakan cara individu untuk mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna terhadap sesuatu yang mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high performance). Sashkin (Sulistyanto, 2000) mengemukakan salah satu kepemimpinan yang efektif adalah Visionary Leadership (VL), yaitu pendekatan kepemimpinan yang bersifat komprehensif karena memberikan kerangka yang integratif dalam memahami faktor yang penting bagi pemimpin dan menguraikan interaksi beberapa aspek secara sinergis. Pendekatan ini mengidentifikasi karakteristik dan perilaku individu yang penting bagi pemimpin dan mengkaitkannya dengan bidang kritis seperti efektivitas manajemen, hubungan pimpinan dengan bawahan, dan membangun budaya organisasi. VL tidak hanya tepat digunakan oleh perusahaan privat, tetapi pendekatan ini juga relevan bagi organisasi militer dan pemerintahan karena dalam banyak penelitian dapat dibuktikan bahwa terdapat hubungan antara pimpinan yang memiliki skor tinggi pada VL dengan prestasi organisasi, kreativitas tim, perkembangan budaya organisasi. Menurut Komariah dan Triatna (2006) kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengomunikasikan/ dan mengimplementasikan pemikiran- mensosialisasikan/mentransfomasikan, pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personel. McLaughlin (2001) mendefinisikan pemimpin yang visioner (Visionary leaders) adalah mereka yang mampu bekerja dengan intuisi dan imajinasi, penghayatan. Mereka menghadirkan tantangan sebagai upaya memberikan yang terbaik untuk organisasi dan menjadikannya sebagai sesuatu yang menggugah untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka bekerja dengan kekuatan penuh dan tercerahkan dengan tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Pandangannya jauh ke depan. Mereka adalah para social innovator, agen perubah, memandang sesuatu dengan utuh (big picture) dan selalu berfikir strategis. Pentingnya seorang pemimpin memiliki kemampuan menggambarkan dengan jelas tujuan-tujuan yang akan diraihnya di masa depan adalah syarat utama bagi seorang pemimpin yang visioner. Pada era industrialisasi ini semakin banyak perusahaan yang hanya menitikberatkan masalah mutu dalam produksinya. Begitu juga dengan persaingan yang ketat di pasar internasional telah memacu perusahaan untuk lebih mengutamakan masalah mutu tersebut bagi barang-barang yang diproduksi dari pada etos kerja karyawan. Akibatnya banyak dijumpai bahwa sebagian besar karyawan yang ada di pabrik-pabrik mengalami masalah atau “bermasalah dalam perusahaan“. Karyawan dalam bekerja kurang menunjukkan kesungguhannya, hanya asal bekerja atau bekerja seenaknya dan cenderung pasif, tidak taat pada peraturan perusahaan, mangkir atau membolos kerja, tidak bertanggung jawab atas pekerjaannya, kurang bisa bekerjasama bahkan keluar dari pekerjaan tersebut Etos kerja diharapkan dapat ditingkatkan dengan kepemimpinan visioner, karena pemimpin visioner memiliki kemampuan untuk memimpin menjalankan misi organisasinya melalui serangkaian kebijakan dan tindakan yang progressif menapaki tahapan-tahapan pencapaian tujuannya, adaptif terhadap segala perubahan dan tantangan yang dihadapi, serta efisien dan efektif dalam pengelolaan segala sumberdaya yang dimilikinya. Kenyataannya untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut berkaitan dengan sikap mental negatif yang dimiliki karyawan. Menurur McGregor (Saydam, 1996) pada dasarnya setiap manusia suka akan kebebasan dan tidak mau diperintah, kurang suka memikul tanggung jawab, tidak mau bekerja sama, suka mementingkan diri sendiri, mau bekerja yang ringan dengan penghasilan yang besar dan sulit untuk menerima perusahaan. Pada masa era reformasi sekarang mencari seorang pemimpin yang tepat memang tidak gampang. Hal tersebut disebabkan kebanyakan suplay tenaga profesional yang tersedia cenderung kurang siap untuk menjadi pemimpin yang matang. Kebanyakan para profesional kalau pun punya pendidikan sangat tinggi sayangnya tidak didukung oleh pengalaman yang cukup. Atau banyak pengalaman namun kurang didukung oleh pendidikan dan wawasan yang luas. Ketimpangan- ketimpangan tersebut bagi seorang pemimpin perusahaan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kinerja dari perusahaan. Hasil penelitian tentang produktivitas dan kinerja yang dilakukan Hikam (dalam Masyuri, 2002) pada pekerja di sektor aneka industri di Aceh, Samarinda dan Semarang menunjukkan hasil yang menarik. Hampir semua responden yang diteliti, yakni 85% menyatakan bangga atas pekerjaan yang mereka miliki, hanya 4,7% yang menyatakan tidak bangga, selebihnya tidak menjawab atau tidak tahu. Akan tetapi kebanggaan mereka tidak didapatkan pada prestasi yang mereka capai, melainkan karena mereka bekerja dan dengan statusnya itu mereka lebih dihormati masyarakat. Kebanggaan terhadap pekerjaan yang bukan berdasarkan pada prestasi kerja tentu saja mencerminkan terbatasnya kreativitas pekerja, yang pada gilirannya jelas akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas para pekerja. Hasil penelitian tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada dasarnya masih banyak karyawan yang mempunyai kinerja maupun etos kerja yang rendah karena karyawan hanya bekerja bekerja tanpa memperhatikan hasil maupun prestasi yang ingin dicapai. . Banyak pemimpin instant hasil kolusi dan nepotisme di perusahaan- perusahaan Indonesia yang sangat minim kesiapan namun tetap saja dipakai demi kepentingan politik perusahaan. Akibatnya, seperti banyak terlihat di negara ini, banyak pemimpin yang malah membawa perusahaannya ke arah keruntuhan dan kebangkrutan dengan menelan banyak korban material bahkan jiwa. Meskipun demikian, tetap saja mereka memperkaya diri (tanpa merasa bersalah) dengan aset- aset perusahaan bahkan pinjaman bank yang seharusnya dipakai untuk menyehatkan perusahaan. Masalah-masalah akan timbul dalam lingkungan perusahaan apabila hubungan kerjasama serta pola kepemimpinan terhadap karyawan tidak harmonis, sehingga menyebabkan, karyawan bekerja tidak optimal, timbulnya kasus-kasus indisipliner kerja dan pada keadaan lebih lanjut akan menyebabkan tingginya angka keluar karyawan dari pekerjaannya. Hal-hal semacam ini akan membawa pengaruh yang sangat buruk terhadap etos kerja karyawan. Sesuai uraian di atas, timbul pertanyaan penelitian, “Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja ?” Pertanyaan tersebut perlu dikaji secara empiris. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja”. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis adalah : 1. Mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja 2. Mengetahui peran persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja 3. Mengetahui tingkat atau kondisi persepsi terhadap kepemimpinan visioner dan etos kerja 4. Mengetahui aspek kepemimpinan visioner yang paling dominan terhadap etos kerja. C. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi pimpinan perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang hubungan persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan, khususnya dalam menciptakan etos kerja yang baik. 2. Memberikan informasi untuk menambah pengetahuan karyawan yang berkaitan dengan persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja, dan sebagai upaya peningkatan etos kerja pada semua karyawan. 3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi khususnya tentang hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan etos kerja.