Share |

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN
GAYA HIDUP HEDONIS PADA REMAJA

Oleh:Rohma Ajeng K/F100020240.UMS
Abstrak
Gaya hidup hedonis merupakan wujud ekspresi perilaku eksperimental yang dimiliki oleh remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Perilaku eksperimental tersebut masih dipandang wajar apabila tidak memunculkan pola perilaku yang lebih dominan pada kesenangan hidup daripada kegiatan belajar. Hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari perilaku remaja sehari-hari. Mayoritas pelajar berlomba dan bermimpi untuk bisa hidup mewah, berfoya-foya di kafe, mall, atau plaza. Ini merupakan bagian dari agenda hidup yang kemudian melupakan tugas utamanya belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis remaja. Hipotesis yang diajukan; ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis. Semakin tinggi kontrol diri individu maka akan semakin rendah gaya hidup hedonis begitu pula sebaliknya.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.
Kehidupan yang semakin modern membawa manusia pada pola perilaku yang unik,
yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.
Bagi sebagian orang gaya hidup merupakan suatu hal yang penting karena dianggap
sebagai sebuah bentuk ekspresi diri.
Chaney (1996), berpendapat bahwa gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia
modern. Gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara satu
orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang
mungkin tidak dapat dipahami oleh yang tidak hidup dalam masyarakat modern. Pada
perkembangannya, gaya hidup saat ini tidak lagi merupakan persoalan di kalangan
tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibrahim (1997), setiap orang dapat mudah
meniru gaya hidup yang disukai. Misalnya saja, gaya hidup yang ditawarkan melalui
iklan akan menjadi lebih beraneka ragam dan umumnya dapat dilihat oleh semua
orang sehingga mudah ditiru oleh setiap orang.
Fenomena gaya hidup tampak terlihat di kalangan remaja, menurut Monks,
dkk (Nashori, 1998) remaja memang menginginkan agar penampilan, gaya tingkah
laku, cara bersikap, dan lain-lainnya akan menarik perhatian orang lain, terutama
kelompok teman sebaya. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan sosial
sehingga berusaha untuk mengikuti perkembangan yang terjadi seperti cara
berpenampilan. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain atau
kelompok teman sebaya menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai
atribut yang sedang tren, misalnya saja pemilihan model pakaian dengan merek
terkenal, penggunaan telepon genggam (HP) dengan fasilitas layanan terbaru,
berbelanja di pusat perbelanjaan terkenal seperti mall daripada berbelanja di pasar
tradisional atau sekedar jalan-jalan untuk mengisi waktu luang bersama kelompok
teman sebaya dan sebagainya.
Gaya hidup hedonis merupakan wujud dari ekspresi dari perilaku
eksperimental yang dimiliki oleh remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Perilaku
eksperimental tersebut masih dipandang wajar apabila tidak memunculkan pola
perilaku yang lebih dominan pada kesenangan hidup dari pada kegiatan belajar.
Hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari perilaku mereka
sehari-hari. Mayoritas pelajar berlomba dan bermimpi untuk bisa hidup mewah.
Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza. Ini merupakan bagian dari
agenda hidup mereka.
Menurut Wojowasito (2002) hedonis berasal dari bahasa Yunani yaitu hedone
yang berarti kesenangan. Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap
bahwa kesenangan dan kenikmatan hidup adalah tujuan utama. Sedangkan Sujanto
(Sumartono, 2002) menjelaskan bahwa gaya hidup hedonis yang berorientasi pada
kesenangan umumnya banyak ditemukan di kalangan remaja. Hal ini karena remaja
mulai mencari identitas diri melalui penggunaan simbol status seperti mobil, pakaian,
dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat.
Kecenderungan gaya hidup hedonis tampak pada masyarakat Indonesia
khususnya remaja di kota besar. Mulai maraknya stand distro di Yogyakarta
tampaknya memberikan pengaruh terhadap cara berpenampilan anak muda pada saat
ini. Sebagian besar pembeli pernak-pernik distro seperti kaos, topi, celana, gelang,
sabuk dan lainnya ternyata remaja sekolah dan mahasiswa. ”Biasanya barang di sini
laku keras saat artis yang diidolakan memakainya, sebagian besar yang kami jual
berasal dari Bandung dan sudah cukup terkenal,” ujar Tata (23), pengelola stand
distro Wat Zap. Senada juga diungkapkan oleh Elvi (18) dari Pimp distro, sebagian
besar pelanggannya merupakan anak usia sekolah dan mahasiswa. Sedangkan Dewi
(17) siswa SMU asal Yogyakarta mengaku datang ke distro karena desain-desain
yang ditampilkan umumnya lain dari yang lain. Namun ia juga mengakui jika
membeli barang-barang distro didorong rasa gengsi karena banyak rekan-rekannya
yang membeli aksesoris maupun kaos, tas distro yang banyak muncul di Yogyakarta
saat ini (Kedaulatan Rakyat, 8 Agustus 2006).
Hasil survey terbaru AC Nielsen Indonesia, pada tahun 2003 jumlah orang
Indonesia yang membelanjakan uangnya di toko swalayan cenderung meningkat
dibandingkan dengan tahun 2002. Toko swalayan seperti hypermarket, supermarket
dan minimarket telah meningkat lebih dari 31,4 % dalam waktu dua tahun terakhir,
sementara dalam periode yang sama jumlah toko tradisional telah menurun 8,1 % per
tahun (http://www.tempointeraktif.com/).
Gambaran mengenai gaya hidup hedonis menurut Susianto (1993) memiliki
ciri-ciri antara lain: mengerahkan aktivitas untuk mencapai kenikmatan hidup,
sebagian besar perhatiannya ditujukan keluar rumah, merasa mudah berteman
walaupun memilih-milih, menjadi pusat perhatian, saat luang hanya untuk bermain
dan kebanyakan anggota kelompok adalah orang yang berada. Baudrillard (dalam
Ibrahim, 1997) mengatakan bahwa status sebagai logika konsumen, ternyata
merupakan hal yang lebih masuk akal daripada alasan fungsional. Pendapat tersebut
mengartikan bahwa usaha untuk memiliki suatu barang atau jasa bukan berdasarkan
pada kebutuhan fungsional melainkan lebih karena kebutuhan atau keinginan.
Menurut Echols dan Shadily (2003) dinyatakan bahwa hedonisme adalah doktrin
yang menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup.
Atau hedonisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari
kesenangan hidup semata-mata.
Perilaku gaya hidup yang tampak di kalangan remaja saat ini di samping
adanya perubahan dari kehidupan masyarakat yang modern, diyakini pula adanya
perubahan pada proses perkembangan di dalam diri remaja. Gunarsa (2003)
menyebutkan bahwa dalam proses perkembangannya individu dalam masa remaja
mengalami suatu perkembangan yang semakin diarahkan keluar dirinya, keluar
lingkungan keluarga dan akhirnya ke dalam masyarakat dan tempat yang akan
ditempati di dalam masyarakat.
Gaya hidup hedonis tentu ada penyebabnya. Ada banyak faktor ekstrinsik
(faktor yang datang dari luar) yang memicu emosi mereka menjadi hamba
hedonisme. Marjohan (2009) menyebutkan bahwa orang tua dan kaum kerabat adalah
penyebab utama generasi mereka menjadi hedonisme. Mereka lalai untuk mewarisi
anak dengan norma dan gaya hidup timur yang punya spiritual. Namun yang lebih
berperan lagi yaitu faktor karakteristik kepribadian dari remaja itu sendiri, salah
satunya yaitu kontrol diri.
Siregar (dalam Ibrahim, 1997) menjelaskan bahwa untuk memahami gaya
hidup pada remaja tidak hanya ditentukan pada faktor usia, kelompok sosial, namun
lebih pada latar sosial budaya dan kepribadian remaja tersebut. Misalnya remaja yang
tinggal di kota-kota besar, lebih cenderung memiliki gaya hidup yang menonjol dan
lebih jelas dibandingkan remaja yang tinggal di desa. Manakala gaya hidup
merupakan sesuatu yang dianggap penting dan menjadi prestige yang mengutamakan
faktor kesenangan akan mengarah pada kecenderungan yang bersifat hedonis. Gaya
hidup hedonis yang berorientasi pada kesenangan umumnya banyak di temukan
dikalangan remaja. Menurut Sujanto (Sumartono, 2002) hal ini karena remaja mulai
mencari identitas diri melalui penggunaan simbol status seperti mobil, pakaian, dan
pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Gaya hidup hedonis berkaitan erat
dengan kontrol diri pada remaja
Barbara dan Aro (1995) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan
kemampuan individu untuk mengendalikan impuls-impulsnya dan merupakan
perasaan individu bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa di sekitarnya.
Lazarus (1996) berpendapat bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk mengontrol
tindakan atas impuls atau desakan yang mungkin berbahaya atau menghasilkan
hukuman karena impuls tersebut bertentangan dengan norma atau standar masyarakat
dimana ia tinggal. Kemampuan mengontrol diri diperlukan remaja untuk mengurangi
kemungkinan terjebak atau terlibat pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Lazarus (1996) menambahkan kontrol diri berarti suatu proses yang menjadikan
individu sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur dan mengarahkan
bentuk-bentuk perilaku yang dapat membawanya ke arah konsekuensi yang positif.
Ini berarti semakin baik kontrol dari seseorang akan semakin mampu ia
mengendalikan dorongan dalam dirinya sehingga perilakunya menjadi terarah.
Beberapa uraian tersebut menunjukkan bahwa kontrol diri berperan mencegah
terjadinya gaya hidup hedonis pada individu, karena dengan kemampuan mengontrol
diri remaja dapat mengatur dan mengarahkan bentuk-bentuk perilakunya melalui
pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah perilaku yang positif.
Namun kenyataan yang ada makin derasnya arus informasi dan teknologi yang
diserap secara “apa adanya” tanpa memilah-milah mana yang pantas dan tidak pantas
untuk dilakukan menyebabkan remaja terjebak dalam gaya hidup hedonisnya.
Seringkali terlihat remaja berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza. Ini
merupakan bagian dari agenda hidup mereka. Selain itu pula berita pada televisi dan
koran-koran bahwa sudah cukup banyak pemuda-pemudi yang menganut
paham hidup free sex dan tidak peduli lagi pada orang-orang sekitar. Hamil di luar
nikah bukan jadi ‘aib lagi, malah sudah dianggap model karena para model mereka
juga banyak yang begitu seperti digossipkan oleh media elektronik (TV) dan media
cetak (majalah, koran dan tabloid).
Mengacu dari uraian latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah
apakah kontrol diri berperan dalam mengendalikan gaya hidup hedonis remaja?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk menguji secara empirik
dengan mengadakan penelitian berjudul hubungan antara kontrol diri dengan gaya
hidup hedonis.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Hubungan antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis remaja.
2. Peran atau sumbangan kontrol diri terhadap gaya hidup hedonis
3. Tingkat kontrol diri pada subjek penelitian
4. Tingkat gaya hidup hedonis pada subjek penelitian
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi subjek, hasil penelitian ini memberi informasi tentang hubungan
antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis, diharapkan remaja memiliki kontrol
diri yang tinggi sebagai salah sartu cara untuk menghindari gaya hidup hedonis.
2. Bagi orangtua, memberi informasi dan pemahaman mengenai hubungan
antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis, sehingga orangtua mampu
memberikan model pengasuhan yang tepat untuk meningkatkan kontrol diri yang
kuat dan menghindarkan anak dari gaya hidup hedonis.
3. Bagi peneliti lain, memberikan informasi dan hasil empiris sebagai acuan
untuk penelitian selanjutnya, khususnya tentang hubungan antara kontrol diri dengan
gaya hidup hedonis remaja.